Kata Kata Gus Dur : Kumpulan Mutiara Bijak Tentang Islam, Kehidupan, dan Politik
Kata Kata Gus Dur |
Kata Kata Bijak Gus Dur | Kata Kata Mutiara Gus Dur | Kata Kata Motivasi Gus
Dur | Quotes Gus Dur | Caption Ig Gus Dur
Selamat datang di KLIK KATA,
sebuah media online yang banyak menyajikan berbagai macam tema kata bijak, kata
mutiara, inspirasi, nasehat, quotes, dan sejenisnya.
Postingan yang anda cari ini,
sangat cocok untuk dijadikan status wa, caption instagram,
status facebook, tweet twitter, dan status
media sosial lainnya.
Selamat membaca dan selamat
berbagi manfaat jika anda membagikannya ….
Esensi Islam tidak terletak
pada pakaian yang dikenakan, melainkan pada akhlak yang dilaksanakan.
Peran agama sesungguhnya
membuat orang sadar akan fakta bahwa dirinya bagian dari umat manusia dan alam
semesta.
Kosmopolitanisme peradaban
Islam tercapai atau berada pada titik optimal, manakala tercapai keseimbangan
antara kecenderungan normatif kaum Muslim dan kebebasan berpikir semua warga
masyarakat (termasuk mereka yana non-Muslim).
Sebuah agenda baru dapat
dikembangkan sejak sekarang untuk menampilkan kembali universalitas ajaran
Islam dan kosmopolitanisme peradaban Islam di masa mendatang. Hal ini
diperlukan, mengingat kaum Muslim sudah menjadi kelompok dengan pandangan
sempit dan sangat eksklusif, sehingga tidak mampu lagi mengambil bagian dalam
kebangunan peradaban manusia yang akan muncul pasca-industri nanti.
Salah satu syarat bagi
kebangkitan kembali sebuah peradaban dunia sudah terpenuhi oleh peradaban Islam
yaitu persambungan elemen-elemen kehidupannya, sehingga membentuk kerangka
tangguh bagi kebangkitan kembali itu sendiri’.
Kaum muslimin masa kini memang
tidak dituntut untuk menyamai penemuan para sarjana masa lampau, dari al-Kindi
sampai penemu Muslim tak dikenal yang menemukan besi hitam tak berkarat di
India pada masa kejayaan dinasti Mugal. Tetapi mereka dituntut untuk menerapkan
dan menafsirkan kembali penemuan-penemuan sesuai kebutuhan hakiki umat manusia,
tugas yang jauh lebih berat dari tugas penemuan itu sendiri.
Kamu muslimin masa kini tidak
dituntut menghasilkan karya agung sastra dunia seperti Kalilah Wa Dimnah.
Tetapi mereka diberi kemampuan untuk memberi arti baru kepada kehidupan melalui
karya itu, yang juga bukan tugas lebih ringan, yaitu meneruskan tradisi secara
dinamis sauh lebih berat dan suka! daripada membuat tradisi itu sendiri.
Kaum muslimin masa kini tidak
dituntut untuk mendirikan aliran-aliran Hukum Islam, seperti mazhab-mazhab (fikih
yang empat, atau aliran Teologia Islam, seperti mazhab tauhis aI-Asy’ariyah dan
al-Maturidi ataupun al-Ghazali, tetapi mereka diharuskan menerapkan secara
kreatif ketentuan-ketentuan yang diletakkan ke semua mazhab itu dalam situasi
kehidupan yang modern, sebuah proses penafsiran kembali yang sauh lebih sulit
dari mendirikan ke semua mazhab itu sendiri.
Dalam proses perubahan Sosial,
agama hanya berfungsi suplementer dan hanya menyediakan “sarana” bagi proses
perubahan itu sendiri, bukan agama yang membuat perubahan itu.
Dunia itu berkembang menurut
perkembangan ‘dunia’-nya sendiri. Agama hanya memengaruhi sejauh dunia siap
dipengaruhi, tidak lebih dari itu.
Jika kita merasa Muslim
terhormat, maka kita akan berpuasa dengan menghormati orang yang tidak puasa.
Begitu agama mengubah dirinya
menjadi penentu, tidak lagi hanya memengaruhi tetapi menentukan, maka dia telah
berubah menjadi duniawi. Kalau hal ini yang terjadi, pada gilirannya dia bisa
mengundang sikap represif. Agama menjadi represif, untuk mempertahankan
dirinya.
Ajaran agama baik yang paling
mendalam dan fundamental, yang sangat doktriner maupun ajaran-ajaran praktis,
dalam proses pembentukan tingkah-laku masyarakat yang menganutnya akan
membentuk sistem nilai yang oleh Koentjaraningrat dikategorikan dalam bentuk
wujud kebudayaan sebagai kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma,
peraturan, dan sebagainya.
Proses terjadinya pemahaman 36
kembali isi ajaran-ajaran agama dapat disebabkan oleh terjadinya reaksi
terhadap adanya perubahan yang terjadi di luar agama itu, tapi juga di dalam
ajaran agama itu sendiri dimungkinkan adanya proses pemahaman baru.
Pada dasarnya, setiap agama
memiliki watak transformatif, yaitu berusaha menanamkan nilai-nilai yang baru
dan menggantikan nilai-nilai yang lama yang dianggap bertentangan dengan
ajaran-ajaran agama.
Dengan watak transformatifnya
agama tidak selalu menekankan segi-segi harmoni dan aspek-aspek integratif
dalam kehidupan masyarakat, tetapi sering kali justru menimbulkan
konflik-konflik baru karena misinya yang transformatif itu mendapat tantangan
dari sebagian anggota masyarakat.
Pemahaman kembali terhadap
ajaran-ajaran agama sering kali mengambil tema ‘kembali kepada ajaran yang
benar atau kembali kepada ajaran yang asli’. Itulah sebabnya dalam setiap
gerakan reformasi dalam Islam misalnya, selalu diambil tema kembali kepada
Alquran dan Hadis.
Proses pemahaman baru atas
ajaran agama tidak selalu diikuti oleh munculnya organisasi gerakan reformasi.
Ia dapat tumbuh dalam suatu grup keagamaan tanpa munculnya beberapa eksponen
pembaharu dalam paham-pahamnya, atau justru lalu ia mengambil bentuk memperkuat
posisi grup keagamaan yang lama itu dalam usaha menghadapi grup-grup yang akan
mengancam eksistensi atau dominasinya.
Pemahaman ajaran-ajaran Islam
akan terus-menerus mengalami pembaharuan sesuai dengan aspirasi yang terus
berkembang di kalangan masyarakat yang memeluknya.
Tidak penting apa agama dan
sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua manusia, maka
orang tidak pernah tanya apa agamamu.
Memuliakan manusia berarti
memuliakan penciptanya. Merendahkan manusia berarti merendahkan dan menistakan
penciptanya.
Islam datang bukan untuk
mengubah budaya leluhur kita menjadi budaya Arab. Bukan mengubah ‘aku’ menjadi ‘ana’,
‘sampean’ menjadi ‘antum’, ‘sedulur’ menjadi ‘akhi’ …
Kita pertahankan milik kita,
kita harus serap ajarannya, tapi bukan budaya Arabnya.
Mahdinisme, dalam pengertian
historisnya selalu hanya dianggap sebagai protes politik. Tetapi sebenarnya
gerakan ini pada dirinya adalah protes sosial, walaupun biasanya memiliki
kaitan dengan dan didasarkan atas klaim politik.
Dalam melancarkan protes
sosial, Mahdinisme tidak hanya mengambil bentuk tunggal bagi
gerakan-gerakannya, melainkan muncul dalam bermacam-macam bentuk, samping unsur
utamanya sebagai gerakan mesianis.
Bentuk-bentuk gerakan
Mahdinisme antara lain revivalisme, milenarianisme, sektarianisme, perang
sabil, dan nativisme. Kesemua bentuk itu tidak berdiri sendiri, melainkan
merupakan unsur-unsur yang saling mendukung, yang sudah tentu berbeda-beda pula
kadar susunan masing-masing dari satu gerakan ke gerakan lain, sehingga
memiliki penamaan yang lain pula.
Tugas pokok intelektual adalah
mempertahankan kebebasan berpikir, bukannya membunuh kebebasan berpikir.
Intelektualisme hanya muncul
dari kebebasan berpikir. Konsekuensinya kita tidak boleh ‘giring-giring’ atau
demi efektivitas harus ada keseragaman pendapat. Hargai pula pluralitas dengan
menganggap mereka yang berada di luar sebagai orang mandiri.
Kancah intelektualitas itu
milik bersama umat manusia. Tidak bisa Islam mengatakan sumbangan lebih besar
dari yang lain.
Tentang kecintaan, kasih
sayang, penghargaan yang tulus kepada umat manusia, apa pun agama atau
keyakinannya pada dasarnya sama-sama mengabdi pada manusia. Hanya ajarannya
yang berbeda.
Pintu masuk paling strategis
bagi penyusunan sebuah program pengkajian keagamaan Islam yang berlingkup luas
adalah (1) wilayah kajian (study areas) dan (2) beberapa pendekatan yang
diperlukan untuk membuat penelitian yang lebih berkelayakan (Feasible
researches).
Kita harus mengubah moralitas
masyarakat dengan sabar, agar sesuai dengan ajaran-ajaran Islam yang kita
yakini kebenarannya, dengan memberikan contoh yang baik bagi wahana utama
moralitas yang berlaku di tengah-tengah masyarkat.