Pengertian Ta’wil Menurut Ulama (Ahli Agama)
Pengertian Tawil : Pengertian
ta’wil berbeda dengan pengertian tafsir, walaupun sebagian dari kita
acap keliru dalam menggunakannya. Menyamakan antara pengertian tafsir dan
ta’wil sebenarnya bukan kekeliruan yang besar juga, jika merujuk pada ulama
yang menyamakan pengertian tafsir dan tawil.
Ta’wil adalah kata dalam
bahasa Arab, yang bermakna; kembali atau mengatur.
Untuk memahamai makna kata ta’wil secara bahasa, lihat detailnya
di bawah ini:
Kata ta’wil merupakan masdar
dari awwala yu'awwilu ta'wilan, yaitu fi'il madi yang muta’addi.
Sedangkan bentuk lazim-nya adalah ala yaulu awlan yang berarti raja'a
(kembali atau mengatur), seperti awwala ilahi alsyai' berarti
mengembalikan kepadanya. Ketika fi'il tersebut menjadi muta'addi,
maka mengalami pergeseran makna sesuai dengan konteksnya. Seperti ketika dikatakan
awwala al-kalam, ta'wilan, wa ta'awwalah berarti
merenungkan, memastikan. Sedangkan dalam kondisi lazim yaitu berupa ala,
yaulu, aulan yang berarti kembali.
Untuk melengkapinya,
pengertian ta’wil secara bahasa. Imam Suyuti menjelasakan. Ta'wil
berasal dari al-aul yang artinya kembali, maka seakan-akan seseorang
memalingkan ayat kepada beberapa makna yang memungkinkan. Dikatakan juga dari al-iyalah
yang berarti sama dengan al-siyasah (aturan), maka kalimat kana
al-mu'awwil al-kalam sama dengan sa-sa kalam (mengatur pembicaraan
dan meletakan arti pada tempatnya).
Pengertian Ta’wil Menurut Ulama
Al-Zarkashi
Adalah memalingkan ayat kepada
makna-makna lain yang dimilikinya.
Al-Jurjani
Memalingkan lafadz dari makna
dzahirnya kepada makna lain yang dimilikinya, dimana makna tersebut tidak
bertentangan dengan al-Qur’an dan sunnah.
Nasr Hamid Abu Zayd
Mengalihkan ayat pada makna
yang sesuai dengan yang sebelum dan sesudahnya, makna yang dimungkinkan oleh
ayat tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Sunnah melalui istinbat.
Ciri-Ciri Ta’wil
1. Suatu lafadz yang tidak difahami secara literal atau
dzahir.
2. Makna yang difahami dari lafadz tersebut adalah makna
yang juga
dimiliki oleh lafadz itu sendiri.
3. Makna yang dimiliki lafadz tersebut tidak bertentangan
dengan nas al-Qur’an dan hadis.
4. Pengalihan makna lafadz tersebut didasarkan kepada
petunjuk yang ada (dalil).