Pengertian Nikah Mut’ah (Beserta Pandangan Ulama Tentangnya)
Pengertian Nikah Mut’ah : Sebagian
dari kita tahu, nikah mut’ah adalah pernikahan yang dilarang dalam Islam.
Tapi apakah sesungguhnya nikah
mut’ah itu? Sampai mengalami pelarangan dalam Islam.
Nikah mut’ah adalah menikahi
wanita dalam jangka watu tertentu atau sampai tempo waktu tertentu. Misalnya
wali mengatakan “aku menikahkan engkau dengan putriku selama sebulan atau setahun,
sampai selesai musim ini” dan pembatasan waktu lainnya, baik temponya diketahui
atau tidak menentu.
Nikah Mut’ah adalah akad yang
dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan dengan memakai lafadz
tamattu’, istimta’ atau sejenisnya. Ada yang mengatakan nikah mut’ah disebut
juga kawin kontak (muaqqat) dengan jangka wktu tertentu tanpa wali maupun
saksi.
Syarat dan Rukun Nikah
Mut’ah
Ini adalah syarat yang dikeluarkan oleh ulama Syiah,
bukan ulama Sunni. Karena dalam Sunni mutlak dilarang:
1. Calon istri
hendaknya wanita muslim atau wanita kitabiyah (beragama nasrani atau yahudi).
Dalam hal ini dianjurkan mengawini wanita baikbaik, sedangkan wanita tunasusila
dihukumkan makruh.
2. Batas waktu harus ditentukan pada saat akad
berlangsung.
3. Besar kecilnya
mahar juga disebutkan pada saat akad, sesuai dengan kesepakatan kedua belah
pihak.
Pandangan Ulama tentang
Nikah Mut’ah
1. Nikah mut’ah tidak sesuai dengan yang dimaksudkan oleh al-Qur’an, juga
tidak sesuai dengan masalah yang berkaitan dengan thalak, iddah, dan kewarisan.
Jadi, pernikahan seperti itu batal sebagaimna bentuk pernikahan lain yang
dibatalkn Islam.
2. Banyak hadis
yang dengan tegas menyebutkan haramnya nikah mut’ah, diantaranya:
a. Dalam riwayat Ibnu Majah disebutkan bahwa Rasulullah telah mengharamkan mut’ah dengan sabda
beliau: “wahai manusia, sebelum ini aku mengizinkan melakukan nikah mut’ah.
Kini ketauhilah Allah mengharamkannya hingga hri kiamat.”
b. Diriwayatkan dari Saburah Al-Juhani bahwa ia pernah bersama Rasulullah saw
dalam peristiwa penaklukan kota Mekkah, dan beliau mengizinkan anggota pasukan
Muslim untuk melakukan mut’ah. Namun ketika bersiap-siap untuk meninggalkan
kota itu, beliau mengharamkannya.
c. Ada hadis yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib yang artinya;”dari
Ali, Rasulullah telah melarang nikah mut’ah dan makan keledai piaraan pada
waktu khaibar.”
d. Muslim meriwayatkan dari Iyyas bin Salamah, dari Labiyah, ia mengatakan:
“Rasulullah memberi keringanan pada tahun Authas untuk
menikahi sementara selama tiga (hari), kemudian beliau melarangnya.”